Revolusi Bagian 3

Pertengahan Mei 2024

Jalan pintas yang diambil

Tangerang tengah gerimis kala Dika untuk pertama kalinya menghadap dosen pembimbing untuk melakukan bimbingan. Berjalan lancar, walau diperingatkan agar lebih dimaksimalkan dan sering-sering bimbingan. Mengingat jadwal sidang skripsi diprediksi akan ada pada awal Agustus. Dika yang skripsinya stuck di bab 3 itu hanya mampu mengiyakan. Sehabis bimbingan tanpa sengaja Dika bertemu Windzae di kantin. Awalnya Dika bersikap cuek dan seolah pura-pura tidak melihat Windzae. Namun, Dika tidak bisa berbohong, bahwa rasanya itu masih utuh terhadap Windzae. Dika percaya, itu semua hanya kesalah-pahaman. Diambilnya kopi hitam tanpa gula dari pakdeh kantin, dia duduk berhadapan dengan Windzae. Teman Windzae yang lagi duduk berdua dengannya pun paham dan langsung meninggalkan mereka berdua untuk kembali berbincang setelah 2 minggu yang rasanya lama sekali. Dika gugup, Windzae yang pertama membuka obrolan.

"Eh, kamu kemarin ke Bandung?" tanya Windzae

"Iyaaa hahaha, harusnya aku kesana sama kamu" jawab Dika

"Ah, kamu, gimana seru ga?"

"Seru awalnya, cuman jadinya malah nyiksa diri sendiri" Dika menceritakan kejadian detail ketika di Bandung

"Hahaha dasar, Dik, maaf, ya. Karena aku kamu jadi begini"    

"Gappah, Win, aku cuman yakin aja kalo kita belum selesai"

"Kenapa gitu?"

"Ayok ikut, aku buktiin"

"Kemana?"

"Udah, ikut aja".

Dika mengajak Windzae untuk sedikit bernostalgia. Tanpa ada rasa canggung sedikit pun. Mereka seakan seperti dua insan yang kembali menemukan jalan hidupnya. Mereka berkeliling kota sembari bercerita apapun. Dika bercerita tentang betapa anehnya harinya tanpa Windzae. Windzae pun begitu. Ketika sedang asyik bercerita tiba-tiba Dika melayangkan pertanyaan yang membuat suasana canggung.

"Kita mulai lagi, yuk?" 

Tidak terdengar satupun suara dari bangku penumpang.

"Kamu gaperlu jawab sekarang, gappah" tambah Dika.

Suasana berubah yang tadinya hangat ramai menjadi senyap sepi. Dika mempercepat laju sepeda motornya dengan sangat hati-hati, karena rem belakangnya kurang pakem. Ketika sebentar lagi sampai kampus, Windzae melingkari perut Dika dengan tangannya, lalu berbisik;

"Iya, aku mau"

Bukan senang, Dika malah bingung. Apa yang sebenarnya dikatakan Windzae, pikirnya; jika menjawab pertanyaan tadi, seakan tidak mungkin karena itu pertanyaan 30 menit yang lalu. Akhirnya, Dika hanya diam dan mensyukuri posisinya.

Komentar

Postingan Populer