Kau, Aku dan Indahnya Toleransi
Akhirnya kau dan aku sepakat untuk saling berkompromi. Tentang segala hal yang akan datang; untuk bersama lebih lama lagi dan untuk tidak melihat kejauhan. Jalani saja dahulu, begitu kalimat ajaibnya. Karena ku yakin, kita tidak mungkin dipertemukan tanpa adanya tujuan yang jelas. Syahdan kemudian Tuhan membangun cinta kita dengan megahnya dan dengan kuatnya di hati kita. Denganmu, aku bisa melihat sisi lain dari cinta; bahwa cinta adalah zat murni tanpa memandang suku, ras dan agama. Karena ini sudah tidak lagi tentang keyakinan, tapi hati. Sesuatu yang rapuh dan tidak bisa dilawan. Karena apapun yang kita lakukan dengan menggunakan hati, pada akhirnya akan terasa indah.
Kini kau dan aku hidup di dunia kita sekarang. Dunia dengan taman yang dihiasi berbagai jenis bunga indah dan toleransi sebagai akarnya. Kau dan aku percaya bahwa selama kita menguatkan akar toleransi akan kewajiban masing-masing, maka semua akan baik-baik saja. Hari minggu yang mana itu waktu libur dan bisa kita pakai untuk menikmati hari bersama. Tapi, kau punya urusan dengan Tuhanmu. Sungguh aku tidak keberatan akan hal itu. Meski kita tidak bisa main, aku mau mengantarmu ke tempat ibadahmu dan menjemputmu kelak kau sudah selesai urusan dengan Tuhanmu. Asal denganmu, aku mau.
Kau dan aku banyak terlibat dalam perdebatan yang membuat hidup menjadi berwarna. Kita sering berdebat tentang perbedaan cara makan bubur, tentang artis korea yang kau agungkan, tentang band favoritmu yang menurutku lagunya biasa aja, tentang tempat mana yang sebaiknya kita kunjungi dan tentang siapa di antara kita yang cintanya lebih besar. Aku sangat suka berdebat apapun itu denganmu, kecuali; perdebatan kita sampai pada siapa yang akan kita menangkan, cinta kita atau Tuhan kita.
Ternyata beda cara makan bubur engga buruk-buruk amat,
ternyata beda sudut pandang melihat artis korea engga buruk-buruk amat,
ternyata beda band favorit engga buruk-buruk amat dan
ternyata ldr beda kota engga buruk-buruk amat.
Kita sepakat untuk tidak mengeluh dan tetap melanjutkan kisah ini yang entah ujungnya akan bagaimana. Meski kata mereka cinta kita tidak akan pernah bersatu. Tapi, aku memilih diam dan tidak peduli serta tidak ambil pusing. Memangnya siapa dia yang berani mendahulukan ketetapan Tuhan?. Aku yakin bahwa Tuhan, dalam kasih-Nya, mungkin jauh lebih besar daripada sekadar aturan yang membatasi.
Komentar
Posting Komentar