Kau

Puncak acara memang selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu bagi kebanyakan orang yang sudah mengikutinya sejak awal. Layaknya aku sehabis memenangkan lomba futsal antar prodi waktu itu. Kelas kami berhasil menjadi juara satu dan bahkan mengalahkan kating-kating yang dahulu sudah menuai prestasi. Namun, perayaan juaranya harus diundur dikarenakan menunggu puncak acara yang akan diselenggarakan dua minggu setelahnya. Sesungguhnya aku tidak menunggu itu, melainkan ada seseorang dengan mata coklatnya yang berhasil menenggelamkanku dalam-dalam. Kala itu aku hanya menikmatinya dari jauh, bengong, melihat-lihat semestamu dari pinggir perbatasan sampai salah seorang kawan menepuk bahu ku dan kemudian aku kembali ke semestaku. Perayaan juara bukan lagi hal yang kutunggu-tunggu, yang hanya ada dipikiranku saat itu adalah "apakah bisa aku melihat mata coklatnya itu, lagi?".  

 dan puncak acara pun tiba

Kampus ini sedang cerah tatkala perayaan berlangsung. Sedari jalan sehat dipagi hari, perlombaan-perlombaan di siang hari hingga pengumuman juara di sore hari. Sungguh sedari awal acara aku mencari mata cokelat itu yang berbeda dari kebanyakan. Sampai aku curiga kau adalah malaikat yang menyamar. 
Lomba demi lomba terselesaikan dan kau tak kunjung ku temukan. Entah kau tersesat dimana yang jelas aku ingin melihat kau lagi. Sampai tiba di pengumuman juara yang mana aku baru pulang sedari menjemput teman di Stasiun Tangerang. Sialnya, harus berurusan dengan polisi dikarenakan kesalahanku yang teralalu meremehkan tempat itu. Selesai pengumuman, di lanjutkan dengan penampilan salah satu ukm kampus yaitu konser menyanyi. Disitu kau berhasil kutemukan dengan keadaan yang semakin menggetarkan jagat rayaku.

Perasaan senang karena kau datang dan takut untuk memulai campur aduk. Alhasil aku kembali hanya membeku melihatmu dari kejauhan. Kau terduduk di bangku taman, namun kau menari-nari dalam pikiranku. Sampai aku menjemput teman yang sekiranya ada di parkiran kampus. Entah kebetulan atau takdir aku melihat kau, duduk, sendiri seperti menunggu seseorang. Akhirnya aku beranikan diri duduk di sebelahmu, diam sebentar dengan jantung yang berdebar, aku memulai. Matamu yang pertama kali berbicara. Kau sarangkan tanganmu di dalam jabatanku selama beberapa saat. Segala kesesuaian yang telah ku matangkan selama ini, hancur dengan sebentar. Padahal, perjumpaan kita begitu sederhana; tidak sedramatis drama-drama korea yang akhir-akhir ini menjadi favorit. Walaupun begitu, bagiku kau berbeda, kau istimewa, melebihi sinar bintang di atas sana. Bahkan,sekali lagi ku yakin kau malaikat yang menyamar menjadi manusia. Diturunkan bersama bintang-bintang jatuh yang membuat semestaku penuh harapan. Dan aku hanya bisa tunduk ke bumi sambil meminta.

Hey!, Jangan dulu pergi, aku ingin menatapmu lebih lama lagi, sampai akhir zaman bila perlu. Duduklah dahulu disebelahku, kau terlalu anggun untuk aku biarkan berkeliaran di lini masa. Jangan kau tanyakan mengapa. Logika sudah tak berfungsi. Jawablah saja segala pertanyaan yang telah ku layangkan. Tidak peduli kau menyebutku pewawancara handal dan kau narasumber dengan senyuman yang berhasil menenggelamkanku (walau senyum itu hanya basa-basi belaka). Muncul keinginan dalam hatiku. Suatu saat nanti akan kutemukan senyummanmu yang sesungguhnya. Jika tidak berlebihan, akulah orang yang membuatmu tersenyum.

Kau pun pamit untuk sekiranya menyusul teman. Meninggalkan sisa wangi pekat yang melayang di udara. Meninggalkanku termabuk sendirian. Jika kasmaran adalah rokok, maka kau adalah nikotin. Yang berhasil membuatku candu untuk menatap matamu sekali lagi.

Komentar

Postingan Populer