Prolog
Pagi yang sunyi diawali dengan sinar mentari. Perjamuan yang sempurna secangkir kopi dihari minggu dengan sunset yang memanjakan mata ditemani lagu dialog hujan. Aku memikirkan bagaimana cara berkenalan dengan seorang yang kutemui di beranda facebook. Terlalu takut untuk memulai, terlalu cepat untuk berganti.
Akhirnya aku memberanikan diri memulai percakapan. Saking sudah lamanya aku tidak berkenalan dengan seorang wanita, pesan itu pun terasa kaku sekali. Menunggu kamu membalas pesan. Aku sudah jauh memikirkan kedepannya akan seperti apa. Tibalah sapaan hai itu dibalas. Lanjut bertanya apa kesibukan sekarang. Awal yang baik, kamu hangat sekali. Sampai kurasa ada sela yang tepat, aku memberanikan diri untuk meminta nomor whatsapp mu. Dengan kaget, seakan tak percaya kamu langsung mengirim angka dua belas digit itu. Aku tidak langsung mengirim pesan ke nomor itu. Biar kesannya tidak terlalu terburu-buru. Padahal dalam hati sudah tidak sabar untuk memulai percakapan di whatsapp.
Ironi bukan. Seorang yang meminta nomor whatssap seseorang. Kemudian sudah ia dapatkan. Tapi malah tidak langsung dikabari. Bahkan hanya sekedar untuk meminta menyimpannya kembali pun enggan. Kamu tau mengapa aku demikian?. Aku menunggu waktu senggang untuk memulai percakapan, karena aku tidak mau percakapan awal itu longgar. Aku juga tidak mau membuatmu menunggu terlalu lama karena kesibukan aku. Juga menjaga pikirmu yang tidak baik tentangku.
Awet kita saling mengirim pesan, akhirnya dengan gagah aku menyelipkan pesan tentang rencana untuk bertemu. Menakutkan sekali. Aku merencanakan hari libur kerja untuk menemuimu. Dengan ragu kamu pun menggantungkan nya beberapa hari. Aku tidak mengapa, karena seseorang butuh persiapan untuk menemui orang baru. Hal yang paling ditakutkan yaitu ketika kita tidak sesuai ekspetasi orang baru itu.
Kemudian tibalah aku menanyakan kembali tentang rencana itu. Akhirnya kamu mengiyakan.
Ketika dua orang asing akan bertemu. Perasaan ada didua sisi. Antara senang dan takut. Senang karena akan bertemu dan takut jika pertemuan awal yang mengecewakan.
Tibalah pertemuan itu. Pertemuan yang singkat. Dengan segala takut menjadi pertemuan terakhir. Ah, tapi memang pertemuan itu adalah perpisahan yang tinggal menunggu waktu.
Kamu bagaikan penyihir yang datang dengan segala mantra asmara. Membuatku seakan percaya lagi dengan renjana. Rasa yang sudah lama tidak kudapatkan dari seorang perempuan. Kamu berbeda dari perempuan kebanyakan. Semoga kali ini aku tidak salah menaruh hati.
Kelak jika aku dan kamu menjadi kita. Akan kutulis naskah yang menceritakan bagaimana akhirnya kita dipersatukan. Hingga terbitlah cinta yang penuh harapan. Lalu aku membacakan buku itu untukmu, menceritakan kepada teman. Sampai akhirnya aku dibangunkan dengan alarm shubuh. Ah, itu hanya bunga tidur ternyata.
Pertemuan awal menjelma ingin memiliki. Rasa yang bergejolak didada membuat sesak paru-paru. Awal yang indah. Tapi ketahuilah ini hanya pengantar bagaimana kedua asing dipertemukan. Kita tidak bisa menebak, kedepannya akan seperti apa. Aku dan kamu akan menjadi kita atau hanya sebatas kata.
-
pro·log n pembukaan (sandiwara, musik, pidato, dsb); (kata) pendahuluan; peristiwa pendahuluan: sandiwara dibuka dng -- yg diucapkan oleh pemeran utama
Tulisan ini dibuat sebagai pembuka atau pengantar bagaimana kita bertemu.
Komentar
Posting Komentar