Musim Lain
Musim Lain Yang Diperankan
Setelah pergimu ponselku kini senyap tak bersuara. Tak ada lagi notif ucapan selamat pagi, semangat hari ini untuk mengawali hari. Tak ada lagi ucapan selamat malam dan selamat tidur untuk menutup hari. Ponsel yang biasanya selalu dipenuhkan kouta internet. Kini hanya dicukupkan untuk bermain game online favoritku. Membuka instagram pun kini rasanya hambar. Tak ada lagi foto kita di feeds instagram masing-masing. Membuka whatsapp pun demikian. Tak ada lagi chat yang dulu di tampilkan paling atas, yang mana ketika muncul notifikasi langsung terburu-buru membalas.Hari yang aneh bukan?.
Kita dipaksa terbiasa dengan ini. Padahal kita masih saling menyayangi bukan?. Kamu terlalu buru-buru mengambil keputusan untuk mengakhirinya. Aku juga mengiyakannya. Jika saja waktu itu aku tidak mengiyakan. Mungkin kita masih bersama. Ah, tapi itu hanya asumsiku.
Masa lalu untuk disyukuri, bukan untuk diulangi. Tapi mengapa denganmu aku serakah. Aku ingin mengulangi dan kemudian bersyukur memilikimu kembali. Karena perpisahan ini bukan sama sekali yang kita inginkan. Kita dikalahkan oleh ego. Yang mana aku salah menurutmu, kamu salah menurutku. Mungkin kita sama-sama mengatakan kebenarannya. Tapi entah mengapa kita tidak bisa saling mempercayai. Kepala yang panas, pikiran yang mengguncang, hati yang menahan perih. Akhirnya jemari menuliskan kata yang tidak seharusnya.
Kini kita dipaksa untuk menjalani hari-hari seperti biasanya. Berpura-pura terlihat baik-baik saja. Kedua insan yang tidak seharusnya berpisah. Aku tidak henti-hentinya menyalahkan diri atas perpisahan ini. Tapi beberapa kata hanya mampu tersembunyikan, tak bisa tersampaikan. Kini aku hanya bisa mencintaimu lewat keikhlasan, merelakan kamu lewat tulisan, menceritakan kenangan bahagia dengan kata-kata, menyampaikan rindu dengan sajak-sajak kuno, sampai suatu hari, tulisan ini membawaku bertemu dengan orang-orang baru bahkan bisa saja membawaku ke hati yang baru.
Komentar
Posting Komentar