Tentang Malam
Malam. Ia tau segala hal tentang kita
bahkan jauh sebelum itu dia tau bagaimana kita menjadi sepasang.
Tentang malam
yang selalu melihat segala kisah kita yang bahagia itu,
yang selalu mendengar sayup doa itu,
yang selalu siap menerima obrolan tidak jelas itu,
yang tertawa setiap kali melihat tingkah kita itu,
mungkin ia juga menangis melihat pertengkaran kita yang tak berujung itu,
ia ingin melerai, ia ingin menjelaskan, ia ingin kita berdamai.
"Hai malam, aku juga ingin". kataku.
Kita pernah menikmati malam diatas sepeda motor untuk mengililingi Jakarta,
itu masih menjadi favorit kita berdua, melihat lampu-lampu malam yang indah, lampu berhenti mobil yang begitu banyak pun meramaikan suasana.
"Malam yang indah itu ketika lampu-lampu malam benderang dan bulan penuh disekitarnya". Katamu.
"Malam yang indah itu ketika kita masih bersama menikmati malam, itu baru indah". Jawabku.
Kamu yang selalu merekam setiap melihat gedung-gedung tinggi, ketika lewat Bundaran HI,
yang mana kamu kesal sendiri jika lampu di Bundaran HI itu tidak hidup, sehingga aku yang menjadi korban cubitmu itu dan sholawatmu yang tak pernah lupa jika melewati gedung MPR RI dibarengkan dengan aamiinku itu.
Lama kita memutari Jakarta, keliling tidak jelas itu pun sudah menjadi cerita bahagia kita.
Aku masih ingat ketika bensin sepeda motor ku sudah kedap-kedip ingin habis, anehnya kita malah saling meledeki bukan malah takut.
"Hayo luh udah mau abis tuh bensin nya". Katamu.
"Biarin ahh kalo abis kan tinggal dorong berdua". Jawabku.
"Ih ogahh aku mah mau nya dimotor aja kamu yang dorong sendiri". Lanjutmu.
"Siyap putri salju, aku mana mau buat kamu cape kan".Jawabku.
Akhirnya sampai juga kita di pom bensin untuk sekadar mengisi bensin yang antrian nya panjang itu.
"Eh turun gih".Suruhku.
"Nanti ah kalo udah mau deket, masih panjang ini". Jawabmu.
"Iyah-iyah". Kataku.
Sampai tiba giliran aku untuk mengisi bensin dan kemudian kamu ikut turun dan menunggu di depan.
Setelah selesai kita sepakat untuk jalan pulang tapi sebelum pulang kita makan dulu.
Pecel lele dibawah jembatan dan disamping masjid At-taqwa itu menjadi favorit kita.
"Setiap keliling Jakarta pasti makannya disini." Katamu.
"Iyah sambelnya bikin susah moveon ga sih?". Tanyaku.
"Iyah enak banget gaboong". Jawabmu.
"Coba kamu rate 1-10". Tanyaku.
"Kenapa sampe 10 aku maunya 11". Jawabmu.
"Yaudah 100 aja gimana wkwkw." Sambungku
Akhirnya selesai juga kita makan dan menuju jalan pulang dari semalam yang bahagia itu.
Malam sungguh tidak pernah gagal menghadirkan bahagia, ia tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat kita bahagia, bahkan didinginnya malam pun ada kehangatan yang tersirat di pelukmu itu,
keheningannya pun menyampaikan keramaian oleh nyanyian kita itu.
Setelah sampai di rumah kamu, aku mampir sekiranya menaruh lelah dari malam itu.
"Mau minum apa mas?". Tanyamu.
"Air putih aja lah orang bentar doang". Jawabku.
"Okay tunggu nih". Jawabmu.
Tiba lah air putih itu dengan gelas cantik yang kamu bawakan itu cukup membasuh lelah malam itu,
"Eh aku pulang ahh udah malem ini". Kataku
"Yaudah gih, tiati ya mas, kalo udah dirumah kabarin". Jawabmu
"Umi mana aku mau pamit". Tanyaku.
"Tuh di dalem hayu aku anter". Ajakmu
Akhirnya aku pamit untuk pulang, sebab malam hampir larut.
Diperjalanan pulang aku mencuri tatap bulan dan bintang di sekelilingnya itu, tersenyum sendiri di atas sepeda motor, malam tau betapa bahagianya aku malam itu.
Setelah sampai di rumah tak lupa aku menyalakan ponsel ku dan mengabari mu bahwa aku sudah di rumah.
"Aku udah di rumah",
"kamu istirahat yah, makasih malam ini",
"aku langsung tidur ya",
"Selamat malam, selamat tidur".
Empat balon udara yang melayang di chat whatsapp kita menutup kebahagiaan malam itu, dan ada semoga sebelum tidurku yang berharap tersemogakan.
Rada geloooooo wkwk
BalasHapusgelo ga tuh
Hapus